Selamat datang saya ucapkan buat teman-teman yang bersedia mampir di blog milik saya yang masih seumur benih jagung.
La libre pensée. sebuah pemikiran yang bebas. Sebebas merpati mengepakkan sayapnya. Tidak ada pemikiran yang dapat dikekang, meski raga dipenjara.
La pensée a des ailes, nul ne peut arreter son envol. (pemikiran memiliki sayap, tak satupun dapat menghentikan terbangnya).
Maka blog ini saya harapkan menjadi curahan harapan, tumpahan pemikiran, serta inspirasi bagi saya pribadi syukur-syukur kepada teman-teman pembaca sekalian.
Saya sadar bahwa sebagai manusia biasa, saya memiliki kekurangan. Mohon maaf apabila kekurangan tersebut saya tularkan kepada blog saya ini hingga jauh dari kesan sempurna. Tulisan yang disajikan di dalam blog ini tidak melulu tulisan pribadi saya, namun karena keterbatasan ilmu yang saya miliki, saya mengutip hasil karya penulis lain sebagai media inspirasi buat saya. Insya Allah kaidah serta etika penulisan akan saya jaga. Apabila dari tulisan saya ini teman-teman ada yang merasa tersinggung atau informasi yang saya berikan kurang akurat atau apa aja, silahkan teman-teman semua memberi komentar pada tempat yang telah disediakan atau bisa dikirim via e-mail. Saran, Kritik, serta Masukan-masukan yang dapat menambah etika, estetika, serta eksotika blog ini, sangat saya harapkan.
Seketika, serangan balik itu membuahkan gol. Sebuah gol indah. Dan kami pun tertunduk lesu karenanya.
Di penghujung tahun 2010 ini, untuk yang kesekian kalinya, harapan timnas Indonesia untuk mengangkat tropi juara lagi-lagi kandas. Gol pertama yang dicetak penyerang Malaysia, Safee, seolah membuyarkan impian yang sempat berangsur menjadi nyata dalam beberapa waktu terakhir. Meski menang pada leg kedua di kandang sendiri, namun juara tak pula dapat diraih. Kemenangan sebanyak enam kali berturut ditutup dengan anti klimaks di partai puncak. Sekali lagi kata “hampir” datang menghampiri.
Mungkin asa seluruh masyarakat Indonesia terlalu membebani pundak mereka sang punggawa. Mungkin saja harga diri kita sebagai bangsa membebani pikiran mereka sang pahlawan bangsa. Secara tak sadar kami membebanimu dengan sederetan angka dan kemenangan. Maaf, kami lupa bahwa kauadalah pesepakbola. Yang mengolah si kulit bundar sedemikian rupa hingga menarik untuk disaksikan. Kami terlalu naif mengaitkan persoalan politik kebangsaan dengan sebuah pertandingan sepak bola. Dalam hubungan bilateral yang memanas, kaukami seret hingga mau tak mau ikut terjebak di dalamnya. Terlebih, kami memanfaatkan keberhasilanmu demi sebuah nama. Sekali lagi maaf bila kami menghapus tawa serta merampas rasa gembiramu dalam bersepak bola. Sepak bola yang seharusnya kau nikmati, tak lagi terasa melezatkan.
Firman Utina dan kawan-kawan, kau ajarkan pada kami kembali arti sebuah persatuan. Kami yang sering bertikai karena perbedaan warna baju, kau satukan kembali dengan baju berwarna merah dan putih. Ahmad Bustomi dan rekan-rekan, kau tampakkan pada kami perjuangan tiada henti. Semangat pantang menyerah hingga peluit panjang berbunyi. Di tengah cibiran pesimistis, api semangat tetap dikobarkan meski harapan yang tersisa hanya sebesar lubang jarum. Rasa hormat juga kami sembahkan untuk arsitek tim , Alfred Riedl, yang tak segan-segan mendepak Boaz Salosa karena kurangnya kedisiplinan. Memberi kami contoh menyandang nama besar bukanlah segala-galanya.
Memang, tim ini tidak sebanding dengan Liverpool yang dapat membalik keadaan hanya dalam waktu separo pertandingan atau seperti Barcelona yang menggasak skuad sekaliber Real Madrid, tim bertabur bintang. Bahkan akhirnya kita pun harus mengakui keunggulan lawan. Ya, kita harus berbesar hati mengakuinya. Namun itu semua tak dapat menghentikan kami untuk mengelu-elukan pahlawan kami di lapangan hijau. Sayap Garuda kini tengah terkoyak sehingga tak mampu ‘tuk terbang tinggi melintasi langit nan biru. Bukan saatnya. Akan tetapi sayap-sayap itu tidaklah patah. Kekalahan pada hari ini bukan sesuatu yang harus diratapi berlama-lama. Masih ada kesempatan untuk menunjukkan pada dunia bahwa kita patut untuk diperhitungkan. Akan ada waktu buat sang Garuda menembus cakrawala dengan kepakan sayapnya. Entah kapan. Untuk saat ini masih dalam angan yang tergenggam. Tapi bukan berarti harus berhenti berharap.
Ibarat teman sejati, di saat prestasi kau raih, kami akan turut senang bersamamu. Dan di saat kau terpuruk, kami akan tetap berada di sini bersamamu.
0 comments:
Posting Komentar