RSS Feed

(Masih) Belum Saatnya “Garuda” Terbang Tinggi

Posted by Mochammad Reza


Seketika, serangan balik itu membuahkan gol. Sebuah gol indah. Dan kami pun tertunduk lesu karenanya.


Di penghujung tahun 2010 ini, untuk yang kesekian kalinya, harapan timnas Indonesia untuk mengangkat tropi juara lagi-lagi kandas. Gol pertama yang dicetak penyerang Malaysia, Safee, seolah membuyarkan impian yang sempat berangsur menjadi nyata dalam beberapa waktu terakhir. Meski menang pada leg kedua di kandang sendiri, namun juara tak pula dapat diraih. Kemenangan sebanyak enam kali berturut ditutup dengan anti klimaks di partai puncak. Sekali lagi kata “hampir” datang menghampiri.


Mungkin asa seluruh masyarakat Indonesia terlalu membebani pundak mereka sang punggawa. Mungkin saja harga diri kita sebagai bangsa membebani pikiran mereka sang pahlawan bangsa. Secara tak sadar kami membebanimu dengan sederetan angka dan kemenangan. Maaf, kami lupa bahwa kauadalah pesepakbola. Yang mengolah si kulit bundar sedemikian rupa hingga menarik untuk disaksikan. Kami terlalu naif mengaitkan persoalan politik kebangsaan dengan sebuah pertandingan sepak bola. Dalam hubungan bilateral yang memanas, kaukami seret hingga mau tak mau ikut terjebak di dalamnya. Terlebih, kami memanfaatkan keberhasilanmu demi sebuah nama. Sekali lagi maaf bila kami menghapus tawa serta merampas rasa gembiramu dalam bersepak bola. Sepak bola yang seharusnya kau nikmati, tak lagi terasa melezatkan.


Firman Utina dan kawan-kawan, kau ajarkan pada kami kembali arti sebuah persatuan. Kami yang sering bertikai karena perbedaan warna baju, kau satukan kembali dengan baju berwarna merah dan putih. Ahmad Bustomi dan rekan-rekan, kau tampakkan pada kami perjuangan tiada henti. Semangat pantang menyerah hingga peluit panjang berbunyi. Di tengah cibiran pesimistis, api semangat tetap dikobarkan meski harapan yang tersisa hanya sebesar lubang jarum. Rasa hormat juga kami sembahkan untuk arsitek tim , Alfred Riedl, yang tak segan-segan mendepak Boaz Salosa karena kurangnya kedisiplinan. Memberi kami contoh menyandang nama besar bukanlah segala-galanya.


Memang, tim ini tidak sebanding dengan Liverpool yang dapat membalik keadaan hanya dalam waktu separo pertandingan atau seperti Barcelona yang menggasak skuad sekaliber Real Madrid, tim bertabur bintang. Bahkan akhirnya kita pun harus mengakui keunggulan lawan. Ya, kita harus berbesar hati mengakuinya. Namun itu semua tak dapat menghentikan kami untuk mengelu-elukan pahlawan kami di lapangan hijau. Sayap Garuda kini tengah terkoyak sehingga tak mampu ‘tuk terbang tinggi melintasi langit nan biru. Bukan saatnya. Akan tetapi sayap-sayap itu tidaklah patah. Kekalahan pada hari ini bukan sesuatu yang harus diratapi berlama-lama. Masih ada kesempatan untuk menunjukkan pada dunia bahwa kita patut untuk diperhitungkan. Akan ada waktu buat sang Garuda menembus cakrawala dengan kepakan sayapnya. Entah kapan. Untuk saat ini masih dalam angan yang tergenggam. Tapi bukan berarti harus berhenti berharap.


Ibarat teman sejati, di saat prestasi kau raih, kami akan turut senang bersamamu. Dan di saat kau terpuruk, kami akan tetap berada di sini bersamamu.

Air Mata yang Tak Pernah Jatuh

Posted by Mochammad Reza

Maria…
Akhirnya Tuhan pun memanggilmu

Maria…
Hati pilu memandang potretmu
Tiada lagi senyummu, tiada lagi tawamu

Tiada candamu seperti yang dulu

Oh Maria…

Tak pernah terlintas dalam benak bahwa lagu yang sempat dipopulerkan oleh Julius Sitanggang ini akan menjadi sebuah kenangan. Lagu yang kau kenalkan padaku menjadi lagu perpisahan di antara kita…

Kira-kira setahun yang lalu kau datang bersama teman-temanmu memperkenalkan diri di ruangan pertemuan itu. Dari titik itulah pertemanan kita pun bermula. Aku yang saat itu “membawahi” teman-teman mahasiswa yang bekerja paruh waktu di gedung penuh buku pun memperkenalkan diri dan teman-teman yang “terjebak” di sana terlebih dahulu. Berbekal pendidikan keluarga dari organisasi tempat aku mengaktualisasikan diri, kucoba untuk tak menganggap kau dan teman-teman yang lain sebagai saingan, apalagi musuh. Tetapi akan kuanggap sebagai partner, bahkan akan kuciptakan kondisi kekeluargaan di tengah lingkungan yang sarat akan persaingan dan egoisme.

Waktu terasa merangkak. Detik hingga menit yang berlalu dirasa amat lambat di awal-awal interaksi itu. Namun ia berjalan begitu cepat ketika tembok-tembok kekakuan mulai runtuh. Hingga hitungan bulan pun telah terlampaui. Kegiatan jalan-jalan serta wisata kuliner pun menjadi sebuah rutinitas. Senyum, tawa sudah mulai menghias di antara kita semua. Saling lempar bahan ejekan juga sudah menjadi hal yang biasa. Namun di hari pengukuhanmu menjadi sarjana, kudengar kau kembali sakit hingga harus segera kembali ke rumahmu di sana yang berjarak kurang lebih 60 kilometer jauhnya. Sebelumnya kau memang sempat jatuh sakit. Sakit yang biasa saja kukira…pada awalnya. Tak kunjung membaik dalam waktu yang lama, cemas mulai menghampiri. Aku dan beberapa teman lainnya sepakat untuk menjengukmu di sana. Tapi sangat disayangkan, tanggung jawab pada tempat kerjaku tak bisa kutinggalkan. Hanya salam yang dapat kusampaikan dari kota ini.

Takkan Lagi

Posted by Mochammad Reza


Saat ini entah kenapa hatiku begitu gelisah. Hmmm…sebenarnya sudah sejak lama juga kurasakan hal yang seperti ini. Mungkinkah stres akibat tugas akhir yang tak kunjung rampung menjadi penyebabnya ? Je ne sais pas. Terus terang saja aku tak tau. Dan aku ingin sekali beristirahat. Sebentaaar saja. Biasanya sih rasa galau itu kusingkirkan dengan bermain gitar sambil mendendangkan lagu syahdu. Hari ini aku mau yang beda. Rasa-rasanya aku hanya ingin melepaskan rasa gelisah yang tak menentu ini dengan menulisnya. Tapi menulis apa? Otak ini sudah terlalu letih untuk berpikir terlalu keras. Tangan ini pun sudah tak mampu lagi tuk berdansa di atas keyboard.

Aaarggghh…ingin rasanya kembali ke masa anak-anak dahulu, mungkin lebih tepatnya balita. Masa yang begitu indah. Tidak mengenal kata “sedih” dalam kamus anak-anak. Semua terasa begitu menyenangkan. Dunia begitu indah beserta pernak-perniknya. Seperti taman bermain. Ya, dunia ini dahulu adalah taman bermain. Tak pernah sibuk memikirkan intrik politik sana-sini. Tak pernah pusing memikirkan beban-beban kehidupan, harga kebutuhan pokok yang terus melambung, biaya sekolah yang mendaki, serta tak pernah membedakan mana kawan mana lawan. Semua adalah teman. Semua adalah sahabat. Bila lapar, kita hanya perlu “berpolitik” sedikit dengan menitikkan air mata dibarengi raungan. Kalau masih tidak diperhatikan juga, biasanya kita akan meronta lebih keras hingga keinginan kita tercapai. Tak ada rasa putus asa… Ya, aku tau akhirnya apa yang harus aku tulis.

Dari Dansa hingga Musik Jazz (Bagian II)

Posted by Mochammad Reza


akhirnya tulisan ini terselesaikan juga...

Senja terbenam berganti malam. Sepertinya istirahat sebentar tak juga cukup. Encok, pegel, linu, nyeri otot, nyeri sendi tetap terasa dari ujung rambut hingga ujung kaki. Kami pun menghadiri undangan di salah satu hotel megah di bagian Semarang atas. Karena tak tau tempat yang dituju, akhirnya kami menyewa taksi. Kalau kata temen, ini namanya backpacker elit. Gak lucu juga kan musti jalan kaki berkilo-kilometer pake batik. Setibanya di sana, meski wajah terlihat letih, namun kemeriahan sebuah pesta tetap membuat keceriaan bagi kami, setidaknya sih bagiku. Pesta yang demikian megah itu diramu dengan perpaduan dua kebudayaan. Budaya Barat dan Timur. Kolaborasi yang menarik. Suatu hal yang sangat baru bagiku. Tak ada pelaminan pengantin di sana. Yang ada hanyalah meja-meja bundar yang disiapkan untuk keluarga dan tamu undangan.

Dan berbeda dengan pesta pernikahan yang selama ini kudatangi, tak ada bunyi gamelan yang mengiringi perjalanan sang pengantin. Sesaat sebelum pengantin datang, berdirilah seseorang yang mengatasnamakan keluarga mengucapkan selamat datang pada para tamu undangan. Perhatian kami semua tertuju ke atas panggung. Mulanya kami respek dengan beliau. Namun yang membuat rasa hormatku mulai hilang ketika beliau memberikan “perintah-perintah” seperti di seminar motivasi. Sudah badan capek, mata ngantuk, terus kaki pegal-pegal malah dikasih kayak begituan. Engga mutu banget. Untung saja kedatangan pengantin kembali memeriahkan suasana. Dengan menggunakan bahasa Perancis yang fasih, pengantin pria menceritakan awal pertemuan dengan pujaan hati yang kini berada di sampingnya. Terlihat keren aku bisa bahasa Perancis, kan!? Bahasa Perancisku sih ga bagus-bagus amat. Jadi ngertinya juga karena diterjemahin. Paling-paling cuma “bonjour” yang hafal di luar kepala

Pesta yang sangat meriah… Satu hal lagi yang tak mungkin ada di setiap undangan pernikahan biasa adalah pesta dansa. Aku pun berkesempatan berdansa. Kikuk juga sih. Maklumlah pertama kalinya seumur hidup buat dansa yang begituan. Ke kiri dan kanan derap langkah, kupastikan gerakan seluwes mungkin. Tapi tetap saja bagaikan robot, kaku. Terlihat di sekelilingku, banyak pasangan baik tua maupun muda yang sudah sangat lihai berdansa, berputar, bahkan berpelukan hingga berciuman. Untuk digarisbawahi, mereka yang berciuman merupakan tamu yang jauh-jauh datang dari belahan bumi bagian barat sono. Kalau bangsa kita sih masih menganggap hal yang seperti itu bertolak belakang dengan adat ketimuran.

Ternyata acara tidak berhenti sampai di situ. Selesai acara di ballroom hotel megah tersebut, acara dilanjutkan di kamar super mewah yang memiliki balkon sendiri. Meski badan sudah amat sangat capek, kami putuskan untuk bergabung di sana. Menghormati yang punya hajat, walau sebenarnya memang kepingin. Pesta benar-benar tidak berhenti sampai di sana. Di ruang itu, masih terdapat banyak jamuan. Untuk pertama kalinya aku merasakan minuman khas orang barat sono, wine. Kalau kata Bang Haji Roma, engga akan diminum walau setetes. Aku justru seteguk (ya Tuhan,,,ampunilah hamba-Mu ini). Hoek,,,rasanya pahit. Ga enak. Tapi memang cocok untuk menghangatkan tubuh jika musim dingin tiba. Aku juga disuguhi potongan-potongan keju. Rasanya jauh beda dengan keju-keju di sini. Cita rasanya lebih tajam. Aku tidak suka, dan memang pada dasarnya tidak suka keju mentah. Malam pun kian larut. Mata pun semakin tak tertahankan. Kami berpamitan untuk segera kembali ke penginapan.

Pagi hari setelah berkemas, kami berangkat ke kawasan Kota Lama. Naik taksi lagi, huft. Menjelajahi Kota Lama yang tergenang akibat dari hujan semalam. Eksotikanya masih tetap terjaga. Serasa hidup di jaman Belanda dulu. Sayangnya, sistem drainase yang kurang baik, menimbulkan kesan kumuh kota itu. Menjelang pulang ke tanah air Yogyakarta, kami menyempatkan diri ke Bandeng Presto Juanda dan mengunjungi mall termegah di Semarang. Paragon namanya. Tak disangka tak dinyana, sesampainya di Paragon, aku melihat sosok yang tak lagi asing bagiku. Jantung berdegup lebih keras. Aku gugup. Berharap tidak pernah bertemu dengannya di Semarang, setidaknya tidak bersama teman-temanku. Namun itulah takdir. Tak ada yang menyangka momen itu akan terjadi. Dengan perasaan dongkol, aku menarik ujung-ujung bibir untuk tersenyum padanya, menunjukkan semua baik-baik saja. Tapi aku melihat kondisi yang sama padanya (mungkin saja). Dia bertingkah sedikit aneh. Paling tidak tatapannya seolah berbicara begitu. Aku pun mengalihkan pandangan, khawatir tatapan itu akan berdialog (hehe lebay dikit).

Kami makan siang di sana sembari menunggu teman kami beserta teman-temannya. Namun sayang, sampai waktu yang mendesak, tak juga kami bertemu dengan mereka. Sekali lagi, itulah takdir. Momen yang terencana sekalipun ternyata tak dapat terlaksana. Kami pun segera berangkat menuju pemberhentian minibus. Namun karena kami sudah terlambat, akhirnya kami berpisah jadi dua bagian. Taruna dan Ihsan kembali ke Paragon bertemu dengan teman kami tadi. Ucup dan aku terus menuju tempat mangkalnya bis. Diantar salah seorang teman yang kebetulan ketemu di Paragon, kami pun segera bersiap berangkat menuju Jogja karena malam itu aku berniat menonton konser musik jazz yang di meriahkan oleh Marcell dan Glenn Fredly. Dua musisi favoritku.

Sesampainya di Jogja, Terminal Jombor tepatnya, kami harus ngambil motor di Stasiun Tugu. Perjalanan yang tak semulus yang kukira. Sialnya kami musti berlama-lama di Transjogja hanya untuk sampai di Stasiun Tugu. Setelah sampai dan pulang ke rumah sebentar meletakkan barang dan oleh-oleh, aku langsung pergi menuju tempat konser diadakan. Sudah terlambat dari jam yang ditentukan. Aku harus buru-buru. Wajah lusuh mengkilat serta badan yang kuyu ditambah naga-naga di dalam perut pun sudah meronta. Itu semua tak kuhiraukan. Dengan semangat 45, tekadku untuk nonton konser harus kuperjuangkan. Tapi memang dasar…aku kesal. Acara belum dimulai. Ah, sial.

Beginilah akhir episode perjalananku dua hari itu. “Akhir Cerita Cinta” kalau kata Glenn. Two days trip yang, kalau kata Marcell, “Takkan Terganti”.

Tatapanmu Mengisyaratkan Sesuatu

Posted by Mochammad Reza


Ada yang bilang kalau mata adalah jendela dunia. Mata sebagai gerbang cakrawala. Dengan mata, kita dapat melihat segala keindahan dunia. Dan melalui mata pula, kita dapat menelusuri dalamnya hati seseorang. Bukan sulap,,,bukan sihir hehehe.

Mungkin masih banyak "misteri" di balik tatapan mata seseorang. Tapi untuk sementara waktu, sedikit tulisan ini bisa membantu. Hasil dari browsing dari mbah Google. Check this out..!!

  • Pandangan mata ke kiri atas : mengungkapkan apa yang sedang tergambar dalam memorinya (pengalaman di masa yang lalu)
  • Pandangan mata ke kanan atas : sedang menyusun ilustrasi dalam memorinya, merekayasa atau mengarang sesuatu (imajinasi)
  • Pandangan mata ke kiri bawah : mendengar suara hatinya dan berusaha menjawab sendiri isi jiwanya (berdialog dengan diri sendiri)
  • Pandangan mata ke kanan bawah : menceritakan emosi dan perasaan jiwanya, ada juga yang mengatakan sinkronisasi perasaan pada apa yang dilihat/ didengar
  • Pandangan mata langsung dan terus-terusan : agresif, setidaknya cikal bakal tindakan agresif
  • Pandangan mata langsung, namun malu-malu untuk melihat secara full : ada ketertarikan pada lawan bicara
  • Menghindar dari tatapan langsung (tanpa buang muka) : sedang menyembunyikan sesuatu
  • Menghindar dari tatapan langsung (dengan buang muka) : mempertimbangkan sesuatu
Tuh bener kan...ternyata mata juga bisa "bicara". Semoga bermanfaat...




Sang Pencerah: Belajar dari Sang Guru

Posted by Mochammad Reza


“Agama itu apa?”. Barisan panjang pengunjung di ruang itu sempat menyurutkan niat yang sudah terbangun. Dengan amat sangat terpaksa sekali pada akhirnya kubulatkan tekad untuk tetap setia menikmati mengikis waktu dalam barisan tersebut demi satu tujuan suci, nonton Sang Pencerah. Sebagai catatan, ini kali pertama saya rela mengantri panjang untuk mendapatkan beberapa karcis nonton. Dalam situasi padat merayap, petugas cantik mengumumkan bahwa karcis untuk waktu yang menjadi target telah terjual habis. Berbekal prinsip pantang pulang tanpa hasil, akhirnya terpilihlah yang berjadwal tayang selepas isya’, pukul 19.40 tepatnya.

Sang Pencerah, film yang mengisahkan Muhammad Darwis, atau yang lebih populer dengan nama Ahmad Dahlan, sebagai pendiri organisasi besar Muhammadiyah. Didukung lingkungan yang agamis, Darwis muda mulai menolak kebiasaan masyarakat yang dianggapnya menyimpang dari tuntunan agama. Ingin memperdalam pengetahuan agama, akhirnya ia memutuskan untuk berangkat ke Tanah Suci pada usia muda, yakni 15 tahun. Sepulangnya dari Mekkah, Dahlan semakin berani untuk menentang apa yang menjadi kebiasaan warga di desanya. Mulai dari membenarkan arah kiblat Masjid Kauman hingga tradisi-tradisi yang ia yakini tidak islami. Sampai pada akhirnya beliau mendirikan sebuah perkumpulan yang saat ini sudah berumur setengah abad, Muhammadiyah.


Mungkin saja cerita dalam film ini sudah diketahui banyak orang. Dan menurut pendapat pribadi, film ini terkesan standar, artinya tidak ada sesuatu yang “wah” di dalamnya. Jadi sebaiknya saya potong saja ringkasan cerita sampai di sini karena memang biasa saja dan datar. Lagipula kalau terlalu banyak diceritakaan di sini, tentu tidak akan menarik lagi untuk disimak. “Belajar dari Sang Guru”, hal inilah yang menurut saya lebih penting ketimbang mengingat kembali cerita yang kini sudah menjadi sejarah. Semoga saja film ini tidak terlalu banyak mendramatisasi dan lebih banyak menuju fakta sesungguhnya.

“Agama itu apa?”. Agama itu menyejukkan. Agama itu menentramkan. Jawaban Dahlan ketika ditanya oleh salah seorang muridnya. Sebelum menjawab, beliau sempat memainkan biolanya. Saya terkesan sekali dengan jawaban sederhana Sang Guru. Ketika pada masa itu agama lebih menjadi sekedar doktrin dan tradisi turun temurun, bahkan agama dijadikan sebuah komoditi yang bisa diperjualbelikan, Dahlan mencoba menyandingkan ilmu agama dengan nalarnya sebagai manusia. Kyai atau orang yang dianggap paham soal agama digambarkan sebagai orang yang kumuh, jorok, bau sehingga kalangan priyai (orang yang lebih modern) bersikap antipati terlebih dahulu, seperti antipatinya kyai-kyai tersebut pada produk kafir. Sekali lagi, Dahlan memutarbalikkan anggapan tersebut.

Pemikiran moderat beliau ternyata mendapat hambatan paling besar justru dari lingkungan di mana ia tinggal. Mulai masyarakat luas sampai keluarga sendiri. Ujung-ujungnya gelar kyai kafir pun akhirnya ia sandang. Kyai kafir?? Orang yang paham agama berdebat lalu menyebut kafir?? Terus bagaimana dengan orang seperti saya yang pengetahuan agamanya masih cetek?? Bukankah hidayah itu mutlak milik Tuhan?? Namun di tengah cercaan yang bertubi, ia masih sanggup berdiri meski sempat terjatuh. Dukungan dari murid-murid, kerabat dekat serta istri yang setia menemaninya membuat ia tetap tegar memperjuangkan apa yang ia yakini.

Agama merupakan proses. Proses menuju kebenaran. Kebenaran hakiki hanyalah milik Yang Maha Benar. Sedangkan kebenaran pada manusia adalah kebenaran yang nisbi. Saya berpendapat bahwa kita tidak dituntut untuk benar, tapi kita dituntut berusaha untuk benar. Seperti halnya kita semua, KH Ahmad Dahlan hanya berusaha untuk bertindak benar. Bukan menyederhanakan persoalan agama, namun islam bagi saya adalah agama yang sederhana. Bila direnungkan lebih dalam, pikiran-pikiran moderatnya bertujuan untuk menyiarkan agama islam agar bisa diterima oleh semua kalangan, tanpa doktrin, tanpa embel-embel tradisi. Modernisasi yang tak harus dihindari. Mental beliau yang begitu tangguh mengajarkan pada kita akan sebuah keyakinan. Keyakinan yang terkadang tak bisa ditangkap oleh logika. Kita kehilangan pendidik. Guru yang memberikan pemahaman, bukan pengertian. Mudah-mudahan cita-cita beliau dalam mendirikan Muhammadiyah akan tetap berkobar tanpa terjebak dalam politik praktis. Karena saya rasa Muhammadiyah memang tidak didirikan untuk itu.

Puasa, Relasi Sosial, dan Kebahagiaan

Posted by Mochammad Reza


Penelitian menunjukkan, kebahagaiaan pada masyarakat individualistis sekalipun, ternyata terletak pada kedekatan relasi sosial, bukan pada sukses karier dan harta. Puasa bisa menjadi sarana untuk berkontemplasi.

Jalaluddin Rahmat, kyai sekaligus pakar psikologi komunikasi, menyatakan bahwa puasa mestinya juga berarti puasa bicara. Mendengar ini, sepintas mungkin kita mengartikan harus lebih banyak menyendiri. Bagaimana nanti kalau dianggap aneh dan dijauhi kawan dan sanak saudara? Tentu ia tidak bermaksud rumit dan aneh.

Puasa bicara lebih dimaksudkan agar kita menyediakan waktu lebih banyak untuk menjalin relasi dengan Allah dalam hati, dan tidak berbicara hal-hal yang tidak perlu, seperti menjelek-jelekkan orang lain, bicara hal-hal yang kotor, dan sebagainya. Dengan puasa bicara, ada kesempatan untuk diam meditatif (hening), sehingga hati lebih damai, dan damai pula saat berhadapan dengan orang lain.


Puasa bicara juga merupakan kesempatan berefleksi, mengamati gerak-gerik pikiran, perasaan, dan perbuatan kita dalam relasi dengan diri sendiri, Tuhan, orang lain, dan lingkungan hidup kita. Dengan demikian, kita akan memiliki kesadaran lebih luas (lebih utuh) mengenai hidup dan menemukan makna yang mendalam. Salah satu buah spiritualitas ini adalah perasaan terkoneksi dengan orang lain dalam komunitas di mana pun kita berada.

Perasaan terkoneksi dalam komunitas membuat kita tidak merasa berjarak dengan orang lain. Kita berhubungan dengan mereka secara lebih nyaman. Bagaimanapun, relasi sosial yang harmonis merupakan salah satu kunci kesehatan dan kebahagiaan.

Pentingnya relasi sosial
Relasi sosial yang erat dan suportif (memberikan rasa suka, bersifat menyetujui, dan membesarkan hati) dengan teman dan keluarga, berkaitan erat dengan kesehatan dan kebahagiaan. Myers (2005) dalam buku Social Psychology menyajikan berbagai hasil penelitian yang menggambarkan hal itu.

Pertama, adanya peran positif relasi sosial yang erat terhadap kesehatan, disimpulkan setidaknya dari 8 hasil penelitian besar-besaran yang masing-masing melalui wawancara terhadap ratusan orang selama bertahun-tahun.

Riset lain menemukan bahwa orang yang hidup sendiri, lebih sering stres, kurang tidur, dan berkeinginan bunuh diri, lebih besar risiko kesehatannya. Mereka yang mudah berhubungan dengan orang lain (outgoing), afektif (penyayang), dan berorientasi pada hubungan, tidak hanya banyak teman, melainkan juga tak mudah sakit meskipun diinjeksi virus flu (hasil eksperimen).

Hasil penelitian lima tahun terhadap 423 pasangan lansia, menunjukkan bahwa mereka yang banyak menerima dukungan sosial (dari keluarga, teman, tetangga, pasangan) memiliki umur lebih panjang (penelitian ini sudah mengontrol faktor usia, jenis kelamin, status kesehatan awal, dan status ekonomi).

Ada kisah menarik melengkapi gambaran ini (Aronson dkk, 2007). Pembalap sepeda ternama dunia, Lance Amstrong (22 tahun) divonis kanker testis serius, telah menyebar ke daerah perut, ginjal, dan otak. Seorang ahli yang mengobservasi keadaannya memperkirakan kesempatan hidupnya sangat kecil, hanya 3 persen.

Namun, Amstrong menghadapi keadaannya itu sebagai sebuah tantangan. Ia memanfaatkan waktu yang ada untuk mengerahkan pengetahuan perihal penyakitnya melalui dokter, keluarga, teman-teman. Pada saat itu (tahun 2000), ia menyatakan diri harus menghadapi kanker itu benar-benar secara fokus, dan lebih baik dari yang pernah dilakukannya saat lomba balap sepeda.

Dengan dukungan penuh dari orang-orang sekelilingnya, tiga tahun kemudian ia kembali sehat, telah mengikuti kompetisi balap sepeda dunia, dan memenang¬inya! Apakah ini sebuah keajaiban/mujizat?

Amstrong sendiri tidak mengerti mengapa ia bisa demikian. Yang pasti, ia merasakan dukungan luar biasa selama sakit dari orang-orang di sekitarnya. Terutama ibunya, yang memberikan waktunya secara penuh untuk mengatur jadwal, mengontrol diet, terapi, dsb. Para sahabatnya berkumpul saat ia menjalani pembedahan, dan sesudahnya teman-teman itu masih bersatu, makan bersama di sebuah restoran di seberang rumah sakit. Ia juga berhubungan sangat baik dengan para perawat dan dokter yang menanganinya.

Bahwa dukungan sosial berperan positif untuk kesembuhan pasien, sesuai dengan berbagai hasil penelitian (dalam dan luar negeri). Dukungan sosial sangat dibutuhkan, khususnya bila seseorang mengalami stres (karena penyakit, dll). Keberadaan teman dekat dan keluarga yang memberikan dukungan memungkinkan seseorang mempersepsi masalah yang dihadapi tidak terlalu menekan.

Hubungan erat dengan banyak teman dan keluarga sangat berarti untuk kesehatan kita, baik dalam keadaan stres maupun tanpa stres.

Relasi Sosial dan Kebahagiaan
Relasi sosial yang erat tak hanya memiliki efek positif terhadap kesehatan, melainkan juga kebahagiaan. Ini merupakan kesimpulan dari berbagai penelitian yang dirangkum Myers.

Masyarakat berbudaya individualis seperti Amerika, Kanada, mengutamakan kemandirian, privacy, dan kebanggaan terhadap prestasi pribadi. Sementara masyarakat berbudaya kolektivis seperti Indonesia, Jepang, Korea, Italia, Spanyol, dan lain-lain, yang mengutamakan ikatan sosial, lebih menjanjikan perlindungan dari kesepian, keterasingan, perceraian, hingga stres karena penyakit.

Meski demikian, dalam masyarakat individualis pun, mereka yang memiliki hubungan erat dalam berbagai kelompok sosial, juga menunjukkan kepuasan hidup yang lebih tinggi dibanding yang individualistis. Bagaimanapun, relasi sosial yang erat sangat berharga dalam hidup kita. Pada dasarnya kita ”dipanggil” untuk hidup sehat dan bahagia, salah satu jalan utamanya adalah memiliki hubungan erat dengan orang-orang di sekeliling kita.

Tahun 2001, seorang rohaniwan yang mendalami psikologi pernah menyatakan bahwa psikologi hanya membicarakan kulit luar. Maksudnya, psikologi tidak membahas spiritualitas, berarti hanya membahas bagian yang dangkal dalam jiwa manusia. Untunglah, ternyata psikologi akhirnya berkembang lebih holistik, termasuk spiritualitas, sebab spiritualitas merupakan bagian inti jiwa manusia.

Dengan spiritualitas yang berkembang selama masa puasa, semoga kehidupan sosial kita juga berkembang lebih harmonis. Dan akhirnya kita menjadi lebih sehat dan bahagia.

Riset membuktikan
• Mahasiswa-mahasiswa yang merasa paling bahagia adalah yang merasa puas dengan kehidupan cintanya.
• Mereka yang menikmati hubungan erat lebih dapat mengatasi berbagai stres yang meliputi duka cita, perkosaan, kehilangan pekerjaan, dan penyakit.
• Dari 800 alumnus sebuah perguruan tinggi di Amerika, yang lebih memilih ”penghasilan tinggi, sukes pekerjaan, dan prestis” (tidak memilih ”memiliki sahabat-sahabat dekat dan relasi perkawinan yang erat”), menggambarkan dirinya sebagai ”sedang” atau ”sangat” tidak bahagia.
• Bila ditanya ”Apakah yang diperlukan untuk kebahagiaan Anda?”, atau ”Apa yang membuat hidup Anda penuh makna?”, hampir semua responden menyebutkan: terutama adalah kepuasan dalam hubungan erat dengan keluarga, teman-teman, dan pasangan.
Demikianlah, berbagai penelitian telah membuktikan bahwa kebahagiaan ternyata tidak jauh-jauh dari tempat di mana kita berada.

M M Nilam Widyarini M.Si
Kandidiat Doktor Psikologi


sumber:health.kompas.com

photo:tarunaalhadiid@flickr.com

Cemburu Menguras Hati

Posted by Mochammad Reza


Indahnya masa lalu…
Tergores amarahku…
Cemburu menguras hati…
Galau kini menyiksa diri…


Apa yang kamu rasakan bila melihat sang pujaan hati berjalan dengan seorang yang lain? Apa yang kamu rasakan jika melihat orang tua lebih memperhatikan saudara kita yang lain? Apa yang akan kamu lakukan jika merasakan itu semua? Jantung ini terasa berdetak semakin cepat dari biasanya. Rasanya seperti mau copot. Lalu muncul perasaan marah yang jika tidak dapat dikendalikan, maka akan muncul tindakan-tindakan lainnya yang akan mengarah ke tindakan negatif. Hal semacam itulah yang dinamakan dengan cemburu. Pertanyaannya kemudian adalah pernahkah kamu merasa cemburu? Mudah-mudahan kamu menjawab: pernah.


Sifat cemburu sebenarnya merupakan naluri pada setiap manusia. Jadi, sebagai makhluk hidup, khususnya manusia, mempunyai perasaan cemburu merupakan hal yang wajar sebagai bagian dari emosi kita. Hal itulah yang akan memberi warna dalam hidup. Namun jangan salah, bahkan seekor hewan pun bisa merasa cemburu. Walaupun dalam hewan mungkin saja tidak ada yang namanya emosi, melainkan insting. Ada yang bilang bahwa cemburu merupakan ekspresi rasa sayang kita. Sering kita mendengar sebuah kasus pembunuhan hanya karena cemburu pada pacarnya. Istilah nge-trendnya cemburu buta. Bila dipikirkan sejenak, kejadian-kejadian tersebut kadang tidak logis. Tetapi memang seperti inilah adanya. Seperti cinta, yang tak pernah logis. Sekali lagi karena cemburu merupakan salah satu bagian dari emosi jiwa kita. Yang bisa kita lakukan adalah mengendalikan emosi tersebut.

Perhatikan sepenggal lirik lagu di atas. Lagu yang dibawakan oleh Vidi Aldiano ini menjelaskan pada kita bahwa cemburu memburamkan hal-hal indah yang pernah terjadi, hati kian tersiksa, lalu kemudian berdampak buruk pada anggota badan. Meski lagu di atas bercerita penyesalan mendalam seorang yang terlalu cemburu terhadap kekasihnya, namun mari kita renungkan lebih dalam bila cemburu ini mewakili seluruh emosi serta pikiran kita yag bersifat negatif. Kasus bunuh diri yang kian marak di negeri tercinta merupakan sebuah indikator tingkat kecerdasan emosi yang rendah. Dalam berbagai himpitan ekonomi, kehidupan yang dirasa kian rumit, serta kebutuhan-kebutuhan psikologis yang tidak terpenuhi, membuat kita menjadi lupa diri dan berpikir pendek. Ary Ginanjar dalam bukunya Emotional Spiritual Quotient (ESQ) menerangkan pentingnya kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dibandingkan dengan kecerdasan intelektual. Banyak orang pintar (baca: ber-IQ tinggi), namun diimbangi dengan tingkat stres yang tinggi pula. Bila dikaji lebih dalam, banyak hal yang menyebabkan tingkat stres yang meningkat. Salah satunya adalah kurangnya interaksi sosial. Efek jangka panjangnya adalah bunuh diri atau membunuh organisme yang ada di dalam tubuh kita. Oleh karena itulah pengendalian emosi negatif diperlukan. Tidak boleh dibiarkan berlarut karena cemburu menguras hati.

Dari Dansa Hingga Musik Jazz (Bagian I)

Posted by Mochammad Reza




Akhirnya kutuangkan juga ide-ide yang selama ini hanya mengendap dalam pikiran. Ini hanyalah merupakan cerita yang ingin kubagikan melalui tulisan tanpa makna...

Semula berawal dari salah seorang teman yang mengundangku dan beberapa teman untuk dapat hadir dalam sebuah pesta. Nadia namanya. Kami berkenalan di salah satu lembaga bahasa terkemuka di kota Jogja. Kabarnya, pesta itu merupakan momen yang spesial. Kakak perempuan Nadia akan melangsungkan pesta pernikahan. Mendengar berita bahagia itu, aku pun menyanggupi untuk hadir. Yah, kalau boleh jujur sih sebenarnya sekalian refreshing setelah penat beraktivitas rutin. Setelah berkoordinasi dengan cukup alot, akhirnya kami sepakat untuk datang pada acara tersebut mengingat Nadia akan melanjutkan studinya di Paris, Perancis. Sebuah kota yang kata orang merupakan kota paling romantis di dunia



Suasana pagi itu bising sekali. Di sana, di ruang publik itu nampak ramai. Hiruk pikuk serta lalu lalang setiap orang yang beraktivitas di sana menambah kesan sibuk. Akan tetapi, suasana yang demikian tak mampu menutupi perasaan gembiraku. Jiwa-jiwa petualang begitu bergejolak. Terbersit sedikit perasaan bersalah karena tak dapat ikut serta bersama teman-teman dari kampus yang telah kukompori mengadakan bakti sosial hari itu. Tapi, bak pejabat gedongan, hal itu kuanggap angin lalu.

Aku dan temanku yang memang sengaja berangkat bersama, bertemu dengan kedua teman yang telah lama menuggu. Memang dasar jiwa-jiwa tak disiplin ini!! Tak pernah tepat waktu. Malu jadinya. Hal yang memang tak pantas untuk ditiru. Mari kuperkenalkan teman-temanku itu. Seseorang yang datang bersamaku bernama Yusuf, tapi lebih sering dan lebih pantas dipanggil Ucup. Sedangkan kedua teman yang telah menunggu tadi bernama Taruna dan Ichsan. Dengan model ala backpacker, kami berempat siap berangkat.

***

Perasaan bosan sudah menyelimuti sebagian besar orang yang ada di situ. Sudah hampir tiga jam lebih kami berada dalam gerbong hingga penat dan lelah pun tak terhindarkan. Dalam situasi yang demikian terlihat dari balik kaca jendela keramaian kota. Seketika pula raut wajah berseri kembali. Perlu diketahui, sejam-dua jam pertama aura keceriaan masih melekat pada kami. Kegiatan-kegiatan autis dan di luar batas kewajaran masih sering dilakukan menunjukkan euphoria sesaat. Setelah itu, teror kesunyian mulai mengancam.

Lajunya perlahan berhenti. Gesekan-gesekan antara roda dan rel mulai berteriak keras. Masinis pun membunyikan “klakson” tanda sudah hampir sampai. Penumpang pun segera bersiap turun. Sayang, panasnya hari menyambut kami. Sesaat kemudian kami pun menjejakkan kaki di Semarang, kota bandeng presto. Kaki yang akan menjadi bukti bahwa jalan kaki dari stasiun hingga Lawang Sewu sangat melelahkan. Don’t try this at home, Bro! Capek…Sumpah!!
Dengan nafas berat serta betis yang mulai kaku, akhirnya kami berempat tiba di Lawang Sewu. Konon, tempat tersebut sering dijadikan wisata misteri di kota itu. Aneh. Aneh karena wisata kok ya ke tempat yang serem-serem kayak gitu. Tak ingin dianggap orang yang merugi, kami pun memasuki bangunan tua renta tersebut. Bangunan yang didirikan pada zaman penjajahan Belanda itu masih berdiri kokoh meski harus dilakukan pemugaran berkali-kali.

Mengelilingi bangunan itu serasa dibawa ke masa kompeni berkuasa. Lorong-lorong yang dibiarkan gelap dan tak terawat serta udara yang lembab menjadikannya semakin angker. Biar angker bagaimanapun, kami masih tetap bisa tertawa, memasang senyuman paling sumringah untuk diabadikan dalam kamera (untung aja masih siang). Perjalanan kami tak berhenti sampai di situ. Kami harus melanjutkan perjalanan mencari tempat beristirahat serta berganti pakaian karena pesta akan dilaksanakan malam itu. Dan itu berarti kami harus memaksa lagi kaki kami untuk terus berjalan. Oh, Tuhan begitu beratnya cobaan-Mu itu.

Dengan bantuan taksi, sampai juga kami di tempat penginapan. Sebelumnya kami sudah berjalan kaki berkilo-kilometer mencarinya dengan hasil nihil (beneran capek banget, mana kaki udah pegel-pegel, terus waktunya juga mulai mepet). Ironisnya penginapan kami tersebut tak jauh dari tempat kami pertama kali menjejakkan kaki, daerah stasiun.

Kami ingin beristirahat sejenak…

--it’s the end of part I--

Menyelami Jiwa Lewat Tulisan Tangan

Posted by Mochammad Reza


oleh: IVAN SURYANA

Tulisan tangan memiliki kaitan erat dengan kondisi jiwa kita. Bagaimana cara membacanya…?

Seorang ahli ilmu jiwa mengatakan bahwa tulisan adalah gambaran jiwa seseorang. Sehingga bagi orang yang ahli bagaimana situasi kepribadian seseorang bisa terbaca lewat tulisan tangannya. Namun tentunya bukan ditebak begitu saja secara sembarangan, karena untuk yang satu ini perlu menguasai ilmunya.
Bila diantara pembaca Misteri ada yang berminat membaca tulisan tangan dan isi makna yang terkandung di baliknya, silahkan ikuti intisari ilmu membaca rahasia dibalik tulisan tangan atau Graphologi, lewat artikel ini!
Namun sebelumnya perlu Anda catat bahwa yang namanya dunia ramal-meramal, tidak mungkin akan didapatkan kebenaran yang mencapai 100 persen. Demikian pula dalam meramal kepribadian seseorang lewat tulisan tangannya.
Walaupun tafsiran dari tulisan tangan itu tidak mencapai akurasi sampai 100 persen, namun toh sangat berguna sekali, terutama bagi mereka yang bergerak dalam bidang yang berurusan dengan personalia. Misalnya saja, ketika dibuka lowongan kerja baru, biasanya banyak berdatangan surat lamaran kerja yang masuk. Dan seorang manajer di sebuah perusahaan, atau siapapun ingin agar mempunyai bawahan atau teman kerja yang berkepribadian baik, oleh karenanya layak juga setiap surat lamaran kerja diprioritaskan dengan ditulis dengan bentuk tulisan tangan, yang ditulis sendiri oleh si pelamar yang bersangkutan. Lewat tulisannya ini, Anda bisa membaca kepribadian calon pekerja atau bawahan Anda.Menurut Grafologi, sedikitnya ada enam hal yang bisa kita gunakan dalam metode membaca kepribadian seseorang melalui tulisan tangannya. Uraian secara garis besarnya adalah sebagai berikut:

1. BESAR KECILNYA TULISAN
Dilihat dari sudut pandang besar kecilnya tulisan terdapat empat kriteria penting yaitu: kecil, sedang, besar, dan sangat besar.
Tulisan yang berukuran kecil menunjukkan sifat pendiam, sering menyendiri tapi punya otak yang cemerlang dan pikirannya selalu ilmiah. Orang dengan tulisan seperti ini nalarnya logis.
Tulisan tangan yang ditulis kecil-kecil tapi jelas mudah untuk dibaca menunjukkan penulisnya pandai, juga punya konsentrasi kuat, walau sayang tipe ini kadang suka sekali menonjolkan keilmuannya. Sedangkan jika tulisan tangan kecil dan susah membacanya berarti sang penulis adalah orang bertipe mandiri dalam hidupnya.
Tulisan tangan sedang, mengandung makna bahwa penulisannya adalah orang yang sangat terpaku kepada tradisi kuno, atau hal-hal yang bersifat formil modern. Tipe ini sangat jitu dalam penggunaan logika untuk dasar referensi keputusan-keputusannya.
Jenis tulisan tangan yang besar menunjukkan besarnya ambisi seseorang namun murah hati dan selalu ingin dihargai oleh orang lain, di samping suka melebihkan omong-omongan yang kurang perlu. Sedangkan untuk jenis tulisan tangan yang sangat besar menunjukkan bahwa penulisnya sangat hati-hati dalam segala hal, gemar membuat perhatian bagi sekelilingnya, banyak over aktingnya dalam mencari perhatian, ingin selalu tampil di depan, karena dia gemar berpetualang kemana-mana, mengikuti panggilan jiwanya.
2. GAYA TULISAN
Dalam spesifikasi Gaya Tulisan ini terbagi ke dalam lima sub. Masing-masing, adalah:
- Gaya sambung biasa
Orang yang punya model tulisan begini biasanya senang memberi respon pada setiap masalah, bisa menerima ide dari orang lain, mudah bergaul dan disenangi teman. Baginya berbakat untuk menjadi seorang pemimpin.
- Gaya sambung berbentuk petak
Mengandung arti penulisnya mudah dipengaruhi, selalu menilai enteng setiap persoalan, hingga tindakannya kadang terkesan sembrono, tanpa pemikiran matang.
- Gaya Sambung Berliku
Tulisan yang banyak luka-likunya, mengandung makna bahwa penulisnya sangat formil, hati-hati dan sering menonjolkan status, namun umumnya sifat mereka pendiam, gemar menyendiri dan biasanya banyak memiliki keahlian atau bakat.
- Gaya Lurus dan Lancip
Tulisan tangan model demikian menunjukkan penulisnya orang agresif, sangat tekun mengerjakan sesuatu, walau kadang enggan berkompromi dengan orang lain. Bila lancipnya pada huruf awal saja maka pertanda dirinya orang yang banyak mengalami konflik psikologis, sehingga kadang bersikap agresif.
- Gaya Campuran
Bentuk tulisan bersambung yang tak karuan menuliskan cepat, dan kadang sukar membacanya hal ini mengandung arti bahwa penulisnya adalah orang yang biasa berpikir cepat, kreatif tapi paling tersinggung kalau dikritik. Bahkan, bila tidak sesuai dengan kehendaknya jangan harap orang bisa mendapatkan bantuannya karena dia paling doyan mengelak dalam memberi pertolongan.

3. KEMIRINGAN TULISAN
Bentuk kemiringan tulisan tangan, apakah itu miring ke kiri atau ke kanan, atau tegak lurus. Mereka yang tulisannya miring ke kiri menunjukkan penulisnya bersikap tertutup (introvet). Segala sesuatu diukur menurut penilainnya sendiri atau menurut ukuran masa lampau. Disamping mempunyai sikap konservatif, orang dengan tipe tulisan ini sangat individualis.
Jenis tulisan miring ke kanan, menandakan orang yang ramah, aktif dan bersikap terbuka (extropet), berani menghadapi tantangan baru. Dalam bekerja kata hatinya merupakan power yang penting, tapi dalam hal yang kurang dikuasai dia lebih banyak untuk menanyakan kepada ahlinya.
Tulisan tangan yang bentuknya tegak, mengandung arti bahwa penulisnya adalah tipe orang yang tak suka banyak diatur. Baginya dia adalah miliknya sendiri, kebebasan menjadi hobinya dalam mengerjakan sesuatu tindakan, namun kontrol diri tidak pernah lepas dalam memilah dan memilih hal yang dianggapnya positif.

4. TEKANAN TULISAN
Bila kita memperhatikan bekas tulisan tangan seseorang akan ditemukan tampak goresan tekanan tulisan seperti tercetak di baliknya. Dengan memperhatikan bekas goresan yang tercetak di balik kertas kita akan dapat mengetahui dan menebak bagaimana kepribadian dan tingkah laku si penulisnya.
Tekanan yang halus berarti pembawaannya tenang, tapi mudah atau tidaknya dibaca itu bukan persoalan. Sedangkan tulisan yang bekas tekanannya tercetak jelas di belakangnya menandakan penulisnya punya sifat kaku dan formal. Karenanya orang ini sulit untuk bisa cepat menyesuaikan diri dalam pergaulan, namun dia menganggap bersikap demikian penting baginya agar dihargai orang lain.

5, BENTUK HURUF AWAL
Diantara orang ada yang gemar memainkan bentuk tulisannya, terutama bentuk awal tulisannya. Beberapa ciri dan kecenderungan karakter si penulis adalah sebagai berikut:
- Bentuk Jangkar
Disebut bentuk jangkar karena memang huruf awal tulisnya dalam bentuk jangkar. Tulisan ini memberi tanda bahwa yang memiliki tulisan cenderung bersikap kurang dewasa dan kurang percaya diri dalam menjalani hidup. Dia banyak bersikap pasif.
- Bentuk Busur
Disebut bentuk busur karena memang bentuk awalnya membentuk busur seperti ditarik. Pemilik tulisan ini biasanya cepat puas dengan hasil yuang dicapai, dan hidupnya sangat berpandangan kuat akan nilai-nilai religius.
- Bentuk Memanjang
Huruf awal memanjang yang dituliskan pelan-pelan, menunjukkan bahwa orangnya terlalu berhati-hati dalam merencanakan masa depan. Panjanganya huruf awal menunjukkan kelambatan kerja dan pemborosan waktu.
- Bentuk memanjang dari bawah
Bentuk memanjang dari bawah bila digoreskan secara kilat menunjukkan penulisannya orang yang agresif dan cepat menyelesaikan pekerjaan, disamping gemar melakukan berbagai eksprimen.

6. BENTUK HURUF AKHIR
Bentuk akhir kata yang dituliskan, menunjukkan sikap sosial dan kualitas penulisnya. Tentang huruf akhir ini ada tiga model. Masing-masing, adalah:
- Bila huruf akhir suatu kata ditulis memanjang, mengandung pengertian bahwa orang itu memiliki kemurahan hati, rasa sosialnya besar.
- Bila huruf akhir memanjang ke atas, berarti penulisnya menyukai kemewahan, disamping idealis dan punya semangat yang tinggi.
- Bila huruf akhir menyilang berarti tidak segan mengritik diri sendiri apabila perbuatannya memang salah atau keliru.

Demikianlah sekilas tentang membaca rahasia tulisan tangan menurut Grafologi. Mudah-mudahan urian singkat ini bermanfaat.

sumber: http://mystys.wordpress.com/2008/03/13/menyelami-jiwa-lewat-tulisan-tangan/

Bidadari Bermata Kristal

Posted by Mochammad Reza


Sore yang cerah. Aku berniat mengunjungi sebuah pameran buku di salah satu gedung yang bertempat di jalan yang dikenal dengan sebutan Jalan Solo. Dengan langkah pasti, kulaju sepeda motorku hingga tak berapa lama sampailah aku di sana. Segera kubayar karcis parkir dan memarkir “sahabat”ku, kulangkahkan kaki masuk ke dalam gedung. Di kanan dan kiri pandangan mata telah bertebaran berbagai macam buku yang disajikan. Sempat terlihat juga orang-orang yang sedang melakukan transaksi. Namun tak sedikit yang hanya melihat-lihat. Setelah berputar mengelilingi lokasi pameran, mataku tertuju pada sebuah novel yang digelar di sebuah alas yang tidak terlalu tinggi di atas sebuah karpet. Tanpa keraguan, kuambil lalu kubalik buat kubaca sinopsisnya. Sayang, sinopsis itu tak kutemukan di sana. Hanya komentar dari beberapa nama yang kukenal. Salah satunya adalah Abidah El Khalieqy, penulis novel Perempuan Berkalung Sorban sekaligus seorang aktivis perempuan. Satu lagi yang membuatku tertarik dengan buku itu adalah tulisan yang ditampilkan pada cover bagian atas. Bagian itu bertuliskan “Amuk Asmara di Tengah Kapitalisme Global”. Novel itu berjudul Bidadari Bermata Kristal.

Novel fiksi yang menceritakan kehidupan seorang mantan aktivis mahasiswa yang sedang berkutat dengan skripsinya. Surya, begitulah nama tokoh utama dalam novel ini. Surya yang dideskripsikan sebagai seseorang yang cerdas, berkemauan keras, serta mempunyai banyak pengagum, khusunya pengagum wanita, sedang dirundung masalah terkait dengan objek penelitiannya, yaitu sebuah perusahaan terbuka, tak beroperasi lagi di kotanya. Permasalahan yang tak terlalu besar sebetulnya bagi mahasiswa S-1, karena segala informasi bisa diketahui melalui situsnya di internet. Namun yang menjadi permasalahan besar adalah ketika dekan mulai risih dengan keadaan tersebut. Dekan yang seharusnya tak mempunyai kuasa untuk membatalkan atau meneruskan skripsi yang akan diujikan, mendadak rese menunda ujian skripsi Surya hingga mendapatkan pengesahan resmi dari perusahaan yang menjadi objek penelitiannya. Pergilah Surya ke kota Batam untuk mendapatkan pengesahan. Di kota yang belum ia kenal sama sekali, Surya harus berjuang menemukan perusahaan tersebut. Di tengah perjalanan panjang menuju kota Batam, Surya mendapati dirinya kecopetan tatkala menaiki kapal yang akan menuju ke sana di tengah kepadatan manusia yang akan menaiki kapal tersebut. Hanya tersisa dua ratus ribu di kantong yang akan memenuhi kebutuhan hidupnya selama di Batam.

Di Semarang, di mana kampus itu berada, adik-adik kelas serta teman seperjuangan Surya mensinyalir adanya konspirasi yang terjadi dibalik kasus tersebut. Analisis mereka adalah pada acara wisuda yang akan datang, putra Dekan FE, tempat Surya menimba ilmu, juga akan melangsungkan wisudanya. Surya memiliki nilai tertinggi dari semua lulusan yang ada, hanya terpaut 0,04 dengan putra sang dekan. Sudah tradisi di kampus imajinatif itu jika nilai tertinggi akan mendapat tawaran kerja hingga meniti puncak karier tak lagi menjadi soal. Sehingga segala cara akan dilakukan demi meraih kemenangan. Persis seperti ideologi kapitalisme global.

Novel ini juga menyajikan kisah seputar lika-liku asmara di antara tokoh di dalamnya. Nafla, seorang guru taman kanak-kanak, terpaksa harus merelakan cintanya pada sang kekasih, yang telah menjalin kasih selama tujuh tahun, kepada seorang gadis cantik dan kaya. Gadis yang bernama Marsya itu bertemu kembali dengan Surya pada saat dia menjadi pembicara dalam sebuah acara seminar. Sebuah pilihan yang sulit bagi Surya ketika dihadapkan pada pilihan dilematis kisah asmaranya. Kemudian pertemuan Surya dengan Rossa, seorang penjaja seks di kota Batam, menggambarkan konflik batin serta gambaran kecil sebuah dunia ketika manusia sudah masuk ke dalam lingkaran hitam kapitalisme. Manusia yang dijadikan sebuah komoditas.

Pertanyaannya kemudian apakah Surya berhasil mendapat pengesahan dari perusahaan objek? Apakah teman-teman Surya mampu membuktikan konspirasi yang terjadi di kampusnya? Lalu siapakah bidadari bermata kristal? Sekumpulan pertanyaan yang akan ditemukan di akhir cerita. Meski novel ini bagi saya terkesan novel picisan, namun tak ada salahnya bila Anda membacanya hingga akhir.

Barang Milikku yang Paling Berharga Adalah Kamu

Posted by Mochammad Reza


Malam telah larut. Bintang pun mulai menyapa rembulan. Situasi yang semula ramai, berangsur sepi. Hanya terdengar satu atau dua kendaraan yang sedang melaju di jalanan. Di malam yang telah memuncak ini, di tengah hampir semua orang telah terlelap, sekelompok orang berdendang sambil memainkan gitarnya. Memecah keheningan malam. Entah maksud apa di balik dendangan tersebut. Ya mungkin saja mereka sedang melepas kejenuhan atau menghabiskan waktu karena tak bisa tidur. Apapun alasannya, aku tak mau ambil pusing.

Aku terpuruk di sini. Di kamarku yang berukuran 3x3 meter, di atas matras tempatku biasa merebah. Jarum jam masih setia berputar, menemaniku kesendirianku, menunjukkan bahwa hari sudah dini. Namun, mata ini tak kunjung terlelap. Padahal raga ini sudah letih setelah beraktivitas seharian penuh. Raga yang butuh memulihkan kembali sel-sel hingga organ di dalamnya. Tak seperti malam-malam sebelumnya, kali ini aku terserang insomnia. Tak tahu harus berbuat apa, kuputuskan untuk membuka komputer. Di dalam salah satu foldernya, kutemukan sebuah tulisan yang di-download salah seorang temanku. Judulnya cukup menarik perhatianku. Spontan aku langsung membaca tulisan tersebut.

Cerita singkatnya kira-kira begini. Sepasang muda-mudi menikah karena dijodohkan orang tua. Hal yang biasa terjadi pada masa itu. Masa-masa yang indah hingga perselisihan dan cek-cok pun mulai terjadi. Pasangan suami istri tersebut bekerja dalam institusi yang sama sehingga berangkat dan pulang kerja pun bersama setiap harinya. Suatu hari mereka kerja lembur, mengadakan stock opname di gudang hingga pukul 02.00 dini hari. Merasa letih dan lapar sesampainya di rumah. Suami menyuruh sang istri untuk menyiapkan makanan. Karena juga merasa letih badan dan pikiran, akhirnya istri menolaknya dengan nada keras. Bara itu pun seketika berubah menjadi kobaran api. Sang suami tidak menerima perlakuan istrinya terhadap dirinya.

”Kamu tidak senang, ya? Kalau tidak senang, kamu pergi saja sekarang dari rumah ini!!!", bentak lelaki tersebut.

Setelah terdiam beberapa saat, wanita itu kemudian berkata sambil menitikkan air mata, ” Kamu ingin aku pergi... aku akan pergi sekarang.”

Ia pun pergi ke dalam kamar untuk mengemasi barang-barangnya. Waktu yang terus berjalan, menghabiskan menit hingga menit berikutnya, namun wanita itu tak kunjung keluar. Merasa aneh, lelaki tersebut menyusul ke dalam kamar dan mendapatinya tengah duduk di ranjang dengan linangan air mata sambil menatap koper besar yang masih tergeletak di atas ranjang.

Melihatnya datang, wanita itu dengan terisak berkata,” Duduklah di atas koper kulit
itu, supaya aku bisa mengenang masa-masa perpisahan kita yg terakhir."

”Untuk apa?”
Sambil menangis wanita itu berkata,” Emas dan perak aku tak memilikinya... tapi milikku yang paling berharga adalah kamu!!”

Cerita sederhana yang saat itu juga membuatku sadar. Betapa seringnya kita menilai kehidupan hanya sebatas materi. Meskipun tubuh manusia ini sebenarnya juga termasuk ke dalam wujud materi. Sesuatu yang berharga, dalam arti yang sesungguuhnya, dikamuflasekan menjadi kondisi berharga dalam arti yang semu. Ketenangan jiwa yang tak bisa tergantikan dengan sebentuk materi. Semoga kita dapat menemukan benda berharga itu di dalam kalbu kita masing-masing. Karena barang milikku yang paling berharga adalah kamu.

Enzo: The Art of Racing in the Rain

Posted by Mochammad Reza


Tubuh yang berbulu, lidah yang menjulur, serta ekor yang mengibas. Ya, itulah deskripsi sederhana seekor anjing. Sajian ringan yang ditulis oleh Garth Stein ini menampilkan seekor anjing sebagai tokoh utamanya. Anjing “jenius” ini diceritakan sangat suka menonton televisi, khususnya National Geographic dan balap mobil Formula 1.

Enzo, begitulah namanya. Dia hanyalah seekor anjing campuran Labrador. Akan tetapi dibalik tubuh anjingnya, Enzo bukanlah anjing. Enzo dapat “memahami” akan lingkungan sekitarnya, punya pendapat sendiri tentang sesuatu, dan dapat membuat keputusan sendiri berdasar olah pikirnya. Hal yang sangat berbeda dengan anjing pada umumnya, yang mengandalkan kekuatan insting untuk melakukan segala sesuatunya. Inilah yang menjadi keunikan dan daya tarik novel ini. Tak salah bila sang penulis menyebut novel ini sebagai novel tentang seekor filsuf.

“Memang aku dimasukkan ke dalam tubuh seekor anjing, tapi itu hanya kulit luar. Di dalamnyalah yang penting. Jiwa. Dan jiwaku sangat manusiawi.” kata Enzo. Anjing yang memiliki keinginan kuat untuk menjadi seorang manusia, hanya karena dia percaya bahwa seekor anjing yang telah siap akan bereinkarnasi menjadi seorang manusia di kehidupan selanjutnya. Kepercayaan kuat yang didapatnya dari menonton tayangan televisi National Geographic. Kepercayaan yang lambat laun berubah menjadi keyakinan.

Banyak nilai-nilai yang terkandung di dalam novel ini, meskipun terkadang bahasa yang disajikan oleh penulis masih dianggap kasar bagi sebagian orang. Enzo yang hanya seekor anjing memperhatikan kehidupan Denny, majikannya. Mulai dari cinta, konflik, hingga perselisihan yang terjadi. Seperti dituliskan sebelumnya, Enzo pun berargumen mengenai berbagai persoalan yang terjadi. Dalam perjalanan hidupnya, Enzo pun telah banyak menyaksikan tingkah laku hingga perilaku manusia. Pernah Enzo bermimpi menjadi saksi di persidangan Denny atas dugaan perkara pelecehan seksual anak di bawah umur. Melalui bantuan alat ciptaan Stephen Hawking, Enzo memaparkan kebenaran yang terjadi pada malam tersebut.

The art of racing in the rain, yang dalam terjemahan bebasnya adalah seni membalap di guyuran hujan. Penulis menjelaskan secara gamblang mengenai teknik membalap dalam kondisi hujan. Tak hanya diperlukan skill yang mumpuni, namun perlu mengasah ketajaman analisis kondisi lapangan agar tak tergelincir. Apakah Denny mampu membuktikan bahwa ia tak bersalah di muka pengadilan ataukah Enzo akhirnya bereinkarnasi menjadi manusia, saya rasa lebih tepat Anda mencari jawabannya sendiri dengan membaca karya Garth Stein tersebut.

Terlepas dari realitas reinkarnasi, Enzo mengajarkan pada kita bahwa keyakinan akan sesuatu, entah itu mimpi, harapan, ataukah cita-cita, atau bahkan dalam konteks yang lainnya, adalah modal pertama yang harus dipunyai, walaupun pada akhirnya tercapai atau tidak, ada atau tidak, karena memang masa depan adalah suatu misteri. Novel yang pantas untuk Anda baca. Novel sarat nilai-nilai filosofis, serta dengan gaya bahasa yang mudah dipahami, layaklah novel ini mendapat penghargaan serta disejajarkan dengan novel Life of Pi (Yann Martel).

"Kalah balapan itu tidak memalukan...yang memalukan adalah tidak membalap karena kau takut kalah" (tokoh Don Kitch dalam novel Enzo,2009)