RSS Feed

Masih Adakah Win-Win Solution? (Catatan Perpisahan Bag.2)

Posted by Mochammad Reza


Sebagai pribadi, tentu kita mempunyai impian, cita-cita, serta angan-angan. Kita pun mempunyai pilihan-pilihan dalam menentukan jalan hidup masing-masing. Dan kita pasti punya apa yang disebut dengan kepentingan (pribadi). Begitu pula dengan mereka, pustakawan-pustakawan itu. Antara kepentingan orang yang satu dengan yang lain tentu saja akan berbeda. Nah, gesekan-gesekan kepentingan antar individu inilah yang sering menimbulkan sebuah konflik. Sebut saja konflik kepentingan.

Dari perjalananku selama hampir tiga tahun ini, konflik-konflik kepentingan ini selalu mewarnai hari-hari di perpusatakaan. Mulai antar pribadi hingga posisi struktural. Bahkan, “kasus” ini tak hanya terjadi di perpus kami. Antar divisi di kampus ini juga mengalami hal yang sama, clash di fakultas yang sama. Koordinasi dan komunikasi menjadi sesuatu yang sangat berharga di sini. Tapi yang aku herankan, clash tersebut seolah lenyap ketika ada sesuatu yang menguntungkan. Oportunis, mungkin bahasa yang tepat. Ya, lagi-lagi kepentingan (pribadi) menjadi biang keroknya.

Ditinjau dari sisi keorganisasian, tak ada job description yang jelas di antara kami. Sering dan selalu terjadi gap antara pustakawan dan kami mahasiswa part time. Sehingga sebagai pemegang posisi dilematis, apa yang kulakukan hanyalah sebatas apa yang bisa kulakukan saat itu (???). Inovasi serta penjaminan mutu pelayanan terbilang minim walau tersedianya fasilitas-fasilitas yang menunjang. Artinya, mereka sudah terlalu nyaman dengan rutinitas-rutinitas harian tanpa mempertimbangkan berbagai macam hal lainnya.

Oiya, pernah di satu rapat di hari-hari pertamaku menjadi “pejabat” dua tahun yang lalu, aku mengusulkan untuk mengadakan studi banding ke instansi lain dengan alasan peningkatan pelayanan… sekalian refreshing juga sih hehe. Tapi jujur, aku tersentak dengan jawaban yang diberikan. Hingga hari ini pun rencana tinggallah rencana yang tak berujung pangkal. Sebuah cita-cita yang utopis.

Ketidakjelasan job desc tadi berdampak sistemik (busyeet…sistemik, dah mirip kasus Gayus aja nih) pada ketimpangan kinerja dari masing-masing karyawan, termasuk kami. Ada yang sigap banget kayak pake energizer (batere yang ga abis-abis), ada yang males-malesan (ga jelas kerjaannya ngapain), dan ada juga yang omdo alias omong doang. Ujung-ujungnya kami yang jadi tumbal. Harus mem-back up.

Telah terjadi eksploitasi. Dengan tugas yang seabrek, sebagian besar ditimpakan pada kami. Dan yang paling kusesalkan adalah semua itu melalui aku, sang pimpinan rombongan. Dengan upah yang tak seberapa, kami harus menanggung tanggung jawab yang bukan sepenuhnya milik kami. Inilah nasib orang yang tak punya kuasa. Megawati sebut ini wong cilik. Ada yang menyebutnya kaum marjinal/ termarjinalkan, mustadh’afin, serta kaum papa. Namun dari ruangan itu, aku belajar untuk melihat keadaan di bawah kita. Aku bersyukur. Petugas cleaning service, atas penindasan outsourcing, mendapat upah yang lebih rendah daripada rata-rata penghasilan kami dengan jumlah hari kerja yang lebih sedikit.

Aku pun menyayangkan, di antara kita saja, mahasiswa part time, ketimpangan kinerja sangat mudah terlihat, kawan. Keaktifan seorang yang satu tak diimbangi dengan yang lain. Sibuk dengan urusan masing-masing. Kita tak lebih baik dari mereka, penguasa-penguasa itu. Kinerja yang baik dan loyalitas harus mengaku kalah pada sistem yang rapuh.

Tapi bukan… bukan itu yang ingin kusampaikan di sini, kawan. Sudah terlalu banyak kebobrokan yang terlihat. Aku hanya ingin memberikan beberapa pandanganku atas institusi ini. Mungkinkah masih ada win-win solution untuk kita semua? Bekerja bersama berdasar porsi masing-masing tanpa ada eksploitasi. Kebahagiaan bekerja tanpa adanya intimidasi. Karena ini hanyalah sebuah kontemplasi…Dan mungkin saja ini sekedar utopia belaka, tapi aku tak pernah berhenti berharap.

Sebagai catatan perpisahan… upss, jangan disangka aku mau resign loh ya (kalo yang itu belom siap hehe). Catatan ini ada karena sudah waktunya aku melepas label koordinator dan menyerahkannya pada jiwa-jiwa yang baru yang akan meneruskan. Sudah cukup bagiku untuk menjadi jembatan generasi. Lalu, anggap saja catatan ini sebagai semi laporan pertanggungjawabanku.

Oke, sebagai catatan perpisahan, aku ingin mengucapkan terima kasih pada kalian, “Perfecten” serta teman-teman perpuz_crew yang baru ataupun yang lama. Sebab, terlalu panjang dan banyak jika disebutkan satu persatu. Warna-warnimu menghiasi pelangi kehidupanku, kawan. Karena hidup tak sekedar hitam dan putih, teman. Oiya, buat catatan tambahan, di saat aku menulis bagian akhir catatan ini --dengan kebetulan yang sangat pas-- diiringi Tentang Cinta-nya Ipang…”ingin ku melepas mu dengan pelukan…”. Ga penting banget ya hehe ^^v.


ilustrasi: http://img.fotocommunity.com


0 comments:

Posting Komentar